Rabu, 22 Januari 2014

Jumat, 20 Februari 2009

kereta


terlalu bising dunia ini. kita tahu, memang sudah sampai pada puncak nadirnya. tapi kereta masih melintas tanpa henti, tanpa peduli. di dalam gerbongnya, tak satu pun tahu dan sadar, akan ditimpa apa mereka. tapi pikir mereka, itu sudah seharusnya.
kereta melaju dengan satu tujuan: melaju itu sendiri. kita, penumpang setianya, hanya harus tahu di mana kita duduk dan membuang kencing di tempat yang tak keliru.
kereta telah menua. bisingnya bahkan telah membiasa, bahkan telinga kita sudah tak lagi bisa mendengar apapun selain bising kereta. tapi begitulah...
sudah saatnya kita hentikan kereta, matikan mesin lokonya, untuk mendengarkan cericit burung gereja dan desir angin lembah, atau gemericik anak sungai yang berbatuan merah. biar kita tak selamanya mengira hanya ada suara bising kereta dalam perjalanan aneh kita.

Kamis, 08 Januari 2009

Israel haram jadah!

Israel itu apa? Dia tak sekadar nama negara. Kita bangsa Indonesia, punya negara bernama Republik Indonesia. Tapi menyebut Israel sekadar nama negara seperti itu, tidaklah representatif. Israel punya nenek moyang jelas: seorang nabi yang lahir dari seorang ayah bernama Abraham. Kalau kamu percaya Abraham adalah seorang monoteis freelance pertama di muka bumi, apa kesanmu tentang Israel?

Mentang-mentang cucu nabi secerdas Ibrahim, lantas dia berhak melakukan apa saja? Selain jawabannya lebih dari sekadar "tidak", ternyata selain Israel masih ada Islam dan Nashrani: keduanya juga sama-sama cucu Ibrahim. Memang bangsa Israel dikenal cerdas-cerdas, jenius-jenius: Freud, Einstein, Karl Marx, Derrida, dan masih banyak lagi.

Aku heran, bangsa sialan itu orang-orang super jenius. Awal mula dia mengkoloni kawasan gurun tandus, lantas disulapnya jadi pertanian subur penghasil sayuran (sepertinya para mahasiswa pertanian kita perlu di-Israel-kan dulu? Whahahaha). Dan ketika kebangsaan mereka memerlukan satu negara independen untuk mengakomodasi segenap kulturnya, mereka tak segan-segan mengobarkan perang. Itu terjadi tak cukup satu-dua tahun, bahkan sudah puluhan tahun!

Saat ini bumi Palestine berkobar. Bukan Israel kalau tak berdalih: mematahkan terorisme Hamas, yang dilakukan melalui serangan militer intensif, secara tidak proporsional. Finally, semua jadi berantakan. Peringatan PBB tak diindahkan. Sempat kubayangkan, mungkin masalahnya akan lain kalau Israel, secara kulural, bersinggungan dengan orang-orang Jawa untuk nyanyi bareng tembang "Mijil"! : )

Pantaskah kita mencekik leher anak kecil yang menakut-nakuti kucing kita? Begitulah Israel. Adonis, penyair dari Qassabin itu, pernah mengkritik agama monoteisme. "Di mana letak baiknya monoteisme kalau semua 'perang suci' dijustifikasikan dari syariat agama-agama monoteis?", katanya. Weladalah! Tapi tunggu dulu, betulkah perang itu perang atas nama agama? Between moslem and jewish? Jangan-jangan bukan? Atau yang bukan-bukan? Jangan yang bukan-bukan lah…

Agama bukan negara, tak perlu dipakai sebagai pemerintahan bagi sekerumunan orang yang belum dewasa…biarlah ia hidup di setiap jiwa manusia, di situlah ia akan mendidik seseorang lebih dewasa. Jika tidak, lihatlah orang-orang Yahudi itu, kejahatan mereka bahkan tak mempedulikan logo "bintang Solomon", semacam divine glory, di benderanya. Hhhhhh….!
written on fuck'in sick

senyum listrik!

KH. Mustofa Bisri bilang: "senyum biayanya lebih kecil dibanding listrik, tapi dijamin lebih banyak cahayanya". Ouhhh…betul sekali, Kiyai. Apalagi untuk masa-masa kita sekarang ini.

Mijil yg Romantis

Masihkah kamu ingat saat masih sekolah SMP dulu? Entah tiba-tiba ada yang menarikku ke masa lalu ketika kujumpai sebuah novel karya Imam Budhi Santosa "Dorodasih". Ingatan masa lalu itu bukan didorongkan dari novel itu, tapi tembang "Mijil" yang nampil di cover belakangnya. Begini syairnya:

Dedalane guna lawan sekti…kudu andhap asor…
Wani ngalah luhur wekasane…
tumungkula yen dipun dukani
Bapang den simpangi…ana catur mungkur…

Artinya:
untuk mencapai kemuliaan, harus rendah hati
mengalah untuk menang…
mau menerima nasehat,
menghindari perselisihan dan tidak menyebar fitnah

Tembang Mijil, konon gubahan Sunan nyentrik asal Tuban yang belakangan berdomisili di Demak: Kalijaga. Kenapa, lewat tembang filosofis itu, aku jadi teringat masa SMP-ku dulu? Pelajaran Bahasa Jawa waktu itu selalu mematerikan ujian menyanyikan 'tembang Jawa'. Hampir lagu pilihan-bebasku tak lain lagu "Mijil" itu. Selain mudah diingat, nadanya juga taka sing-asing banget di telinga. Selain itu….

Indah banget maknanya! Ngomong-ngomong soal makna, ternyata baru belakangan aku bisa merabanya. Coba pikir, seandainya memang dunia mau membumikan ajaran filosofis a la Jawa itu, tak perlu asap mesiu membumbung tinggi di bumi Palestine… Bukan begitu, Bro? Yups! Tapi sayang…hampir rendah hati menjadi 'ethos minor' dalam kancah modernisasi dunia. Sekalipun imperialisme kuno telah lewat, ethos itu tetap tinggal di lorong-lorong mimpi para bijak-bestari.

Sayangnya, orang-orang pinter lebih memilih jadi kemaruk, emang pinter cari duit, tapi tak pernah mereka bersikap bijak karena berpikir tentang kebijaksanaan pun tak sempat. Jaman ini kian runyam ketika banyak orang pinter tanpa satu pun dari mereka yang bijak.

Dalam dunia yang tak pernah beringsut dan terus melesat, manusia tak punya pilihan apa-apa selain menyesuaikan diri dengan mobilitasnya. Suasananya hampir mirip perang, meski faktanya damai-damai saja. Jika dalam damai, kita seperti sedang berperang, perselisihan mudah sekali disulut. Di balik damai kehidupan, ada perang. Dan di balik perang hanya ada satu keadaan: berantakan. Jadi mudah saja kalau mau bikin kiamat sendiri: tinggal ambil "bensin", siramkan dan Blupppp! Terbakar sudah segalanya!

Sementara itu…menyebar fitnah hampir telah menjadi profesi, karena keluwesan dan keleluasaan dalam berkesempatan hanya dimungkinkan ketika musuh sedang kalang kabut. Itulah kondisi yang senantiasa dikonstruk oleh para penyebar fitnah. Faktanya, dengan ukuran ethos yang 'hitam kelihatan putih, putih kelihatan hitam', orang baik-baik bahkan wajar jika beretika dalam rupa penyebar fitnah.

Berkenaan dengan nyebar fitnah, pernah aku diteror dengan beberapa sms kasar dan moso Olohhhh…! Kupikir pengirimnya bukan manusia lagi. Terbayang, sosoknya berbulu, mata merah menyala dan penuh geram, memaki-maki seolah hanya dia yang berhak memaki. Terornya berlapis fitnah. Inikah hadiah tahun baru buatku? Ampyunnn!! Dan sikapnya persis Israel saat ini: angkuh dan merasa benar dalam tindakannya.

Dus…kemuliaan macam apa yang masih layak disematkan pada anak cucu Adam ini? Gedubrakkkk!

bumiku...maafkan daku..

Aha! Sekali lagi ini mengagetkanku. Lagi-lagi sms, dengan kata-kata indah sekaligus geli: "apa yang bisa diberikan manusia kepada kerajaan bumi selain tai dan kencing basin?". Ya ampunnnnnnnnnn…..

Kita suka makan…suka minum…lalu giliran bersampah, diberikan seenaknya pada bumi. Bumi itu…..,menurutku, semacam ibu. Kalau tak ada bumi, dimana kaki kita berpijak? Spasialitas dunia kita berada dalam pelukan si ibu yang diam ini. Tapi benarkah dia diam? Owww…seandainya dia bisa marah, habis sudah tubuh kita? Dicubitin…sampai merah-merah!

Dan kita lupa, sesering apa lahan-lahan dibotaki, dibuat area perkebunan dengan dosis pupuk kimia tak tanggung-tanggung! Dan itu adalah hasil kebudayaan manusia. Manusia memang pintar berbudi-daya, tapi sayangnya mereka gak sadar bahwa apa yang dilakukannya sekaligus juga kelakuan tak berbudaya, tak beradab, tepatnya: biadab. Ohh..oh..oh.. "Kebudayan" mungkin kata sahdu untuk menyebut pemberakan (upppzzz! Pembalakan) liar. Cuma saja diperhalus biar agak enak didengernya.

Yah? Apa yang bisa diberikan manusia kepada kerajaan bumi selain produk2 ekskresi? Entahlah, Ibu….maapkan kami yang tak kunjung punya malu….

doa sblum tidur yg aneh

Sebuah sms masuk ke hapeku. Seperti juga biasanya, isinya unik:
doa sebelum tidur:
"maka matilah aku…
karena sesungguhnya manusia adalah pembunuh.
Jika bukan orang lain yang dibunuhnya,
maka betapa lihai membunuh diri sendiri.
Maka jadikanlah aku golongan pembunuh yang baik"
Ya…sms itu datang dari si Kekal, seorang penggila seni dan pemikiran. Ah! Mungkin keduanya itu keliru kalau dipisahkan. Tepatnya, dia tergila-gila dengan sastra, lukis, dan karikatur sambil nyelam manis di kubangan pikiran orang-orang besar. Pernah dia sms: aku mau ke tempatmu dan pinjam buku tentang Nietzsche dalam bentuk apapun. Yah! Welcome!

Tapi sekonyong2 dia kirimkan buatku sms tentang doa sebelum tidur. Aha! Rupa-rupanya dia sedang mau tidur, atau bersiap-siap bunuh diri. Olala! Berapa jam kita biarkan mati tubuh ini dalam sehari? 6 jam? 9 jam? Dan kemudian bangun melihat mimpi sebatas mimpi, tak nyata? (biasanya kita akan segera kecewa kalau terbangun dari mimpi memenangi undian mobil, misalnya).

"Jadilah pembunuh yang baik" kongruen dengan "bangkitlah kembali setelah mati". Mati itu negatif. Tapi jika ia awal dari kebangkitan kedua, bisa jadi mati itu baik, karena ia menjadi pintu gerbang bagi dunia lain yang bakal kita temui. Maka, aku agak2 sadar, bahwa seberanjaknya kita dari tidur, adalah momen bergentayangannya kita sebagai hantu-hantu keseharian.

Ya Tuhan…kenapa Kau begitu menggemaskan ciptakan manusia seperti ini?